1.
Pengetian
dan Fungsi Budaya Organisasi
a.
Definisi
Budaya
Kata budaya pertama
kali muncul pada tahun 1871. Kata ini dikemukakan oleh Edward B. Taylor yang
merupakan seorang antropologis. Menurut Taylor (1871) seperti yang dikutip oleh
Brown (1998), budaya adalah “that complex
whole which includes knowledge, beliefs, art, morals, law, custom, and any
other capabilities and habits acquired by man as a member of society”. Terjemahan
bebasnya kira-kira sebagai berikut : “sekumpulan pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hukum, adat, dan kapabilitas, serta kebiasaan yang diperoleh oleh
seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu”.
Dalam ilmu sosiologi,
budaya diterjemahkan sebagai simbol, mitos, dan ritual penting dalam memahanmi
sebuah realitas sosial. Pendekatan yang digunakan oleh ilmu sosiologi lebih
kepada sikap kelompok masyarakat atau komunitas tertentu dalam menghadapi dan
menyikapi bergam fenomena yang terjadi disekitarnya,
Pendekatan selanjutnya
dari konsep budaya ini diteruskan oeh banyak pakar organisasi. Sehingga akhirnya
kata budaya menjadi bagian yang erat dengan beragam aspek pengembangan
organisasi. Saat inilah kita mengenal istilah budaya organisasi. Budaya dalam
organisasi secara sederhana didefinisikan sebagai nilai-nilai yang dianut
serrta cara bertindak organisasi berikut para anggotanya terhadap hal-hal yang
berhubungan denga pihak luar.[1]
b.
Fungsi
Budaya Organisasi
·
Pengikat Organisasi (organization
binder)
Budaya organisasi
berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi terutama pada saat
organisasi menghadapi goncangan baik dari dalam ataupun luar akibat adanya
perubahan. Organisasi yang mempunyai budaya yang kuat akan mampu bertahan dan
keluar dari badai yang menghantam karena mampu memanfaatkan budaya sebagai
penguat bagi organisasi untukmenghadapi beragam hambatan yang menghadang.
·
Integrator
Budaya organisasi
merupakan alat untuk menyatukan bergam sifatsertqa bakan dan kemampuan beragam
yang ada dalam organisasi.
·
Identitas
Organisasi
Budaya organisasi
merupakan salah satu dari identitas organisasi tersebut. Sebagai contoh adalah The Jakarta Consulting Group sendiri. Logo
dari The Jakarta Consulting Group adalah
orang memanah yang melambangkan kecepatan dan ketepatan (speed and accuracy). Ini berarti, The Jakarta Consulting Group memiliki identitas organisasi yang
mengutamakan kecepatan dan ketepatan.
·
Energy
untuk mencapai kinerja yang tiggi
Budaya organisasi juga berfungsi sebagai suntikan energy
untuk mencapai kinerja yang tinggi. Salah satu kredo yang The Jakarta Consulting Group pegang adalah bekerja dalam tim. Hal ini
kami percayai sebagai suntikan energy untuk menghasilkan hasil (output) yang cepat dan kualitasnya
terjaga. Sbab kemampuan dan bakat tiap orang berbeda. Jika hal ini disatukan
dan dipertemukan satu sama lain maka akan menghasilkan output yang luar biasa.
·
Ciri
kualitas (sign of quality)
Budaya organisasi merupkan representasi dari ciri
kualitas yang berlaku dalam organisasi tersebut. Kita ambil contoh dengan
budaya yang bekerja di The Jakarta Consulting Group sendiri. Telah
disebutkan diatas bahwa budaya organisasi yang bekerja di The Jakarta Consulting Group adalah kecepatan dan ketepatan. Dibawah
payung budaya organiasi yang seperti ini, maka setiap kegiatan di The Jakarta Consulting Group dilakukan
secara cepat dan tepat, dalam artian hasilnya cepat terlihat dan kualitasnya
terjaga baik.
·
Motivator
Budaya organiasi juga merupakan pemberi semangat
bagi para anggota organisasi. Budaya yang kuat akan menjadi motivator yang kuat bagi para anggota
orgnaisasinya. Misalanya saja McDonals. Budaya yang dipegang oleh para anggota
organisasi McDonals adlah mutu dan bersih. Hal inilah yang memotivasi para
anggota organisasisnya untuk selalu mengedepankan mutu dan kebersihan
restorannya. Tercermin dari penerapan sistem saji 60 detik dan penjagaan
kebersihan restoran dengan membersihkan kaca setiap hari dan mengepel lantai
dalam jangka waktu tertentu.
·
Pedoman
gaya kepemimpinan
budaya organisasi yang telah mengakar kuat, dapat
menjadi pedoman gaya kepemimpinan yang sesuai untuk kondisi organisasi yang
bersangkutan. Acapkali sebuah perubahan baik itu yang disengaja ataupun tidak
membawa sebuah pandangan baru tentang kepemimpinan. Pemimpin dikatakan berhasil
apabila mampu membawa anggota organisasi keluar dari polemic krisis akibat
perubahan yang terjadi.
·
Value
enhancer
Salah satu fungsi organisasi adalah untuk
meningkatkan nilai dari para stockholdernya.
Ini berarti, peningkatan nilai baik untuk para anggota organisasi juga bagi
para pelanggan, pemasok, dan pihak-pihak lain yang berhubungan denga organisasi
tersebut. Budaya organisasi yang kuat dan meresap kuat dalam setiap benak
anggota organisasi akan menjadi salah satu faktor yang mampu meningkatkan nilai
bagi para anggota, pelanggan, pemasok, dan pihak lain yang berhubungan denga
organisasi tersebut.[2]
2.
Tipologi
Budaya Organisasi
Secara umum budaya
organisasi terpilah menjadi dua kutub besar: budaya entrepreneur dan budaya administrative. Pemahaman dua klasifikasi
dasar budaya organisasi ini akan menuntun kea rah pemahaman budaya organisasi
secara lebih baik.
Perusahaan yang
memiliki jenis budaya entrepreneur dalam
setiap aktivitasnya selalu memfokuskan pada peluang-peluang baru. Hal ini
tercermin dalam jiwa kewiraswastaan yang selalu menganggap bahwa dengan
menemukan dan memanfaatkan peluang-peluang baru tersebut perusahaan akan selalu
survive dan terdorong untuk selalu
berusaha mencapai sasaran yang berbeda-beda dari satu period eke periode
berikutnya. Karenanya kegiatan operasional yang terjadi dalam perusahaan sangat
dinamis dan membutuhkan sumber daya manusia yang cepat dalam mengantisipasi
perubahan-perubahan internal maupun eksternal. Perusahaan akan berusaha memenuhi
sarana yang dibutuhkan untuk merealisasikan kegiatan dalam upaya meraih
kesuksesan dari peluang baru itu.
Dibutuhkan kompabilitas
struktur organisasi dengan budaya agar dapat memperoleh peluang-peluang baru
dan mempertahankan peluang yang sudah ada.
Perusahaan yang
memiliki budaya administratif bertolak belakang dari budaya entrepreneur, aktifitas yang dilakukan
lebih memfokuskan pada peluang-peluang yang sudah ada. Budaya administratif ini
memandang bahwa peluang yang diperoleh harus terus dipertahankan, karena
investasi yang ditanamkan sangat besar. Konsekuensi logisnya perusahaan membutuhakan
prosedur pengendalian yang cukup kerar untuk mempertahankan peluang yang sudah
diperoleh ini. Dinamika budaya administratif tidak sedinamis budaya entrepreneur. Struktur organisasi juga
dengan diseseuaikan aktivitas usaha perusahaan yang menganut budaya administratif
ini.
Tipologi yang lain dikemukakan
oleh Deal & Kennedy yang memilah budaya organisasi ke dalam empat kategori
budaya berdasarkan dua faktor utama, yaitu :
·
Derajat resiko dalam kegiatan bisnis
·
Kecepatan perusahaaan atau manajemen
dalam mendapatkan umpan balik atas keputusan atau strategi[3]
[1]
A.B. Susanto, F.X. Sujanto, Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, Suwahyudi
Mertosono, Wagiono Ismangil, “Corporate Culture and Organization Culture”, Januari
2008, Hal. 3-4
[2] A.B.
Susanto, F.X. Sujanto, Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, Suwahyudi
Mertosono, Wagiono Ismangil, “Corporate Culture and Organization Culture”, Januari
2008, Hal. 37-40.
[3] A.B.
Susanto, F.X. Sujanto, Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, Suwahyudi
Mertosono, Wagiono Ismangil, “Corporate Culture and Organization Culture”, Januari
2008, Hal.42-43.