Minggu, 30 Juni 2013

BUDAYA ORGANISASI

1.      Pengetian dan Fungsi Budaya Organisasi
a.      Definisi Budaya
Kata budaya pertama kali muncul pada tahun 1871. Kata ini dikemukakan oleh Edward B. Taylor yang merupakan seorang antropologis. Menurut Taylor (1871) seperti yang dikutip oleh Brown (1998), budaya adalah “that complex whole which includes knowledge, beliefs, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society”. Terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut : “sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan kapabilitas, serta kebiasaan yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu”.

Dalam ilmu sosiologi, budaya diterjemahkan sebagai simbol, mitos, dan ritual penting dalam memahanmi sebuah realitas sosial. Pendekatan yang digunakan oleh ilmu sosiologi lebih kepada sikap kelompok masyarakat atau komunitas tertentu dalam menghadapi dan menyikapi bergam fenomena yang terjadi disekitarnya,

Pendekatan selanjutnya dari konsep budaya ini diteruskan oeh banyak pakar organisasi. Sehingga akhirnya kata budaya menjadi bagian yang erat dengan beragam aspek pengembangan organisasi. Saat inilah kita mengenal istilah budaya organisasi. Budaya dalam organisasi secara sederhana didefinisikan sebagai nilai-nilai yang dianut serrta cara bertindak organisasi berikut para anggotanya terhadap hal-hal yang berhubungan denga pihak luar.[1]

b.      Fungsi Budaya Organisasi
·         Pengikat Organisasi (organization binder)
Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi terutama pada saat organisasi menghadapi goncangan baik dari dalam ataupun luar akibat adanya perubahan. Organisasi yang mempunyai budaya yang kuat akan mampu bertahan dan keluar dari badai yang menghantam karena mampu memanfaatkan budaya sebagai penguat bagi organisasi untukmenghadapi beragam hambatan yang menghadang.

·         Integrator
Budaya organisasi merupakan alat untuk menyatukan bergam sifatsertqa bakan dan kemampuan beragam yang ada dalam organisasi.

·         Identitas Organisasi
Budaya organisasi merupakan salah satu dari identitas organisasi tersebut. Sebagai contoh adalah The Jakarta Consulting Group sendiri. Logo dari The Jakarta Consulting Group adalah orang memanah yang melambangkan kecepatan dan ketepatan (speed and accuracy). Ini berarti, The Jakarta Consulting Group memiliki identitas organisasi yang mengutamakan kecepatan dan ketepatan.

·         Energy untuk mencapai kinerja yang tiggi
Budaya organisasi juga berfungsi sebagai suntikan energy untuk mencapai kinerja yang tinggi. Salah satu kredo yang The Jakarta Consulting Group pegang adalah bekerja dalam tim. Hal ini kami percayai sebagai suntikan energy untuk menghasilkan hasil (output) yang cepat dan kualitasnya terjaga. Sbab kemampuan dan bakat tiap orang berbeda. Jika hal ini disatukan dan dipertemukan satu sama lain maka akan menghasilkan output  yang luar biasa.

·         Ciri kualitas (sign of quality)
Budaya organisasi merupkan representasi dari ciri kualitas yang berlaku dalam organisasi tersebut. Kita ambil contoh dengan budaya yang bekerja di  The Jakarta Consulting Group sendiri. Telah disebutkan diatas bahwa budaya organisasi yang bekerja di The Jakarta Consulting Group adalah kecepatan dan ketepatan. Dibawah payung budaya organiasi yang seperti ini, maka setiap kegiatan di The Jakarta Consulting Group dilakukan secara cepat dan tepat, dalam artian hasilnya cepat terlihat dan kualitasnya terjaga baik.

·         Motivator
Budaya organiasi juga merupakan pemberi semangat bagi para anggota organisasi. Budaya yang kuat akan menjadi motivator yang kuat bagi para anggota orgnaisasinya. Misalanya saja McDonals. Budaya yang dipegang oleh para anggota organisasi McDonals adlah mutu dan bersih. Hal inilah yang memotivasi para anggota organisasisnya untuk selalu mengedepankan mutu dan kebersihan restorannya. Tercermin dari penerapan sistem saji 60 detik dan penjagaan kebersihan restoran dengan membersihkan kaca setiap hari dan mengepel lantai dalam jangka waktu tertentu.

·         Pedoman gaya kepemimpinan
budaya organisasi yang telah mengakar kuat, dapat menjadi pedoman gaya kepemimpinan yang sesuai untuk kondisi organisasi yang bersangkutan. Acapkali sebuah perubahan baik itu yang disengaja ataupun tidak membawa sebuah pandangan baru tentang kepemimpinan. Pemimpin dikatakan berhasil apabila mampu membawa anggota organisasi keluar dari polemic krisis akibat perubahan yang terjadi.

·         Value enhancer
Salah satu fungsi organisasi adalah untuk meningkatkan nilai dari para stockholdernya. Ini berarti, peningkatan nilai baik untuk para anggota organisasi juga bagi para pelanggan, pemasok, dan pihak-pihak lain yang berhubungan denga organisasi tersebut. Budaya organisasi yang kuat dan meresap kuat dalam setiap benak anggota organisasi akan menjadi salah satu faktor yang mampu meningkatkan nilai bagi para anggota, pelanggan, pemasok, dan pihak lain yang berhubungan denga organisasi tersebut.[2]

2.      Tipologi Budaya Organisasi
Secara umum budaya organisasi terpilah menjadi dua kutub besar: budaya entrepreneur dan budaya administrative. Pemahaman dua klasifikasi dasar budaya organisasi ini akan menuntun kea rah pemahaman budaya organisasi secara lebih baik.

Perusahaan yang memiliki jenis budaya entrepreneur dalam setiap aktivitasnya selalu memfokuskan pada peluang-peluang baru. Hal ini tercermin dalam jiwa kewiraswastaan yang selalu menganggap bahwa dengan menemukan dan memanfaatkan peluang-peluang baru tersebut perusahaan akan selalu survive dan terdorong untuk selalu berusaha mencapai sasaran yang berbeda-beda dari satu period eke periode berikutnya. Karenanya kegiatan operasional yang terjadi dalam perusahaan sangat dinamis dan membutuhkan sumber daya manusia yang cepat dalam mengantisipasi perubahan-perubahan internal maupun eksternal. Perusahaan akan berusaha memenuhi sarana yang dibutuhkan untuk merealisasikan kegiatan dalam upaya meraih kesuksesan dari peluang baru itu.

Dibutuhkan kompabilitas struktur organisasi dengan budaya agar dapat memperoleh peluang-peluang baru dan mempertahankan peluang yang sudah ada.

Perusahaan yang memiliki budaya administratif bertolak belakang dari budaya entrepreneur, aktifitas yang dilakukan lebih memfokuskan pada peluang-peluang yang sudah ada. Budaya administratif ini memandang bahwa peluang yang diperoleh harus terus dipertahankan, karena investasi yang ditanamkan sangat besar. Konsekuensi logisnya perusahaan membutuhakan prosedur pengendalian yang cukup kerar untuk mempertahankan peluang yang sudah diperoleh ini. Dinamika budaya administratif tidak sedinamis budaya entrepreneur. Struktur organisasi juga dengan diseseuaikan aktivitas usaha perusahaan yang menganut budaya administratif ini.
Tipologi yang lain dikemukakan oleh Deal & Kennedy yang memilah budaya organisasi ke dalam empat kategori budaya berdasarkan dua faktor utama, yaitu :

·         Derajat resiko dalam kegiatan bisnis
·         Kecepatan perusahaaan atau manajemen dalam mendapatkan umpan balik atas keputusan atau strategi[3]



[1] A.B. Susanto, F.X. Sujanto, Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, Suwahyudi Mertosono, Wagiono Ismangil, “Corporate Culture and Organization Culture”, Januari 2008, Hal. 3-4
[2] A.B. Susanto, F.X. Sujanto, Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, Suwahyudi Mertosono, Wagiono Ismangil, “Corporate Culture and Organization Culture”, Januari 2008, Hal. 37-40.
[3] A.B. Susanto, F.X. Sujanto, Himawan Wijanarko, Patricia Susanto, Suwahyudi Mertosono, Wagiono Ismangil, “Corporate Culture and Organization Culture”, Januari 2008, Hal.42-43.

Senin, 03 Juni 2013

Imbalan dan Hukuman dalam Organisasi


A.    Definisi Imbalan
         Berdasarkan pendapat para ahli masalah Sumber Daya Manusia, telah dikemukakan pengertian tentang imbalan/kompensasi, sebagai berikut :
       Menurut Ivancevich (1998) Compensation is the Human Recources Manajement function that deals with every type of reward individuals receive in exchange for performing organisatio tasks. Kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk penghargaan yang dijanjikan akan diterima karyawan sebagai ombalan dari pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan.
           Dari pengertian diatas dapat diketahui ciri-ciri imbalan atau kompensasi, yaitu :
1.      Kompensasi merujuk kepada semua bentuk imbalan keuangan.
2.      kompensasi diperoleh dari pelayanan yang nyata dan manfaat yang diterima keryawan sebagai bagian 
      dari suatu hubungan pekerjaan.
3.      Kompensasi merupakan penghargaan financial yang diberikan kepada karyawan.

B.     Sistem Organisasi Imbalan
         Sejumlah perubahan dari bagaimana prestasi dievaluasi telah terjadi dan imbalan diberikan. Permintaan diajukan untuk menghilangkan sistem insentif,[1] mengkonversikan seluruh sistem   imbalan ke pendekatan kelompok, dan mengatur seberapa besar eksekutif memperoleh prosentase yang secara universal merupakan cara imbalan yang tepat. Meskipun masing-masing saran mempunyai bebrapa keahlian, tetapi bebrapa rancangan radikal tidak mungkin mempengaruhi mayoritas dari pembuat kebijakan. Sebagai  ganti dari pendekatan radikal dan menghilangkan prasangka, pendekatan progresif lebih dimungkinkan untuk menarik perhatian. Sistem pembayaran yang berdasarkan kompetensi dan kontribusi dilakukan, insentif atas dasar keloompok dan evaluasi serta imbalan berdasarkan penghargaan atas peningkatan hasil lebih dipertimbangkan dan merupakan sistem yang dapat diimplementasikan. Suatu perusahaan Amerika yang telah dalam transaksi global, pembayaran dan imbalan akan menjadi lebih sangat tergantung pada unit secara total dan hasil perusahaan keseluruhan.[2]

         Proses Imbalan

            Daripada menghilangkan sistem imbalan individu dan menerima sistem imbalan kelompok, lebih baik mempelajari berbagai perspektif imbalan yang menggambarkan sisi positif dan negatif.

C.     Imbalan dan Komitemen Organisasi
Terdapat sedikit hasil penelitian yang menghubungakan antara imbalan dan komitmen organisasi. Komitemn terhadap organisasi melibatkan tiga sikap: (1) Identifikasi dengan tujugan organisasi, (2) Perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, dan (3) Perasaan loyalitas terhadap organisasi. Hasil riset menunjukkan bahwa tidak adanya komitmen bias mengurangi efektifitas organisasi. Orang yang sepakat kecil kemungkinan berhenti dan menerima pekerjaan lain. Jadi, biaya akibat keluar masuk karyawan yang tinggi tidak terjadi. Tetapi, karyawan yang memegang janji sangat terampil tidak memerlukan pengawasan yang ketat.

D.    Dampak Pemberian Imbalan
            Selanjutnya Hasibuan (1994), merinci tujuan pemberian imbalan atau Kompensasi adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai ikatan kerja sama
Dengan pemberian imbalan atau kompensasi maka akan tercipta suatu ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan, disatu pihak karyawan mempunyai kewajiban untuk mengerjakan dengan baik semua tugas yang dibebankan perusahaan kepadanya, dipihak lain perusahaan mempunyai kewajiban membayar imbalan atau kompensasi sesuai dengan tugas yang dibebankan.

2.      Memberikan kepuasan kerja
Dengan pemberian imbalan atau kompensasi diharapkan karyawan dapatmemenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial serta kebutuhan lainnya, sehingga karyawan memperoleh kepuasan kerja.

3.      Rekruitmen yang efektif 
Apabila kebijaksanaan imbalan atau kompensasi yang akan diterapkan dipandang cukup besar, tentunya pengadaan karyawan yang qualified akan lebih mudah.

4.      Alat untuk memotivasi
Imbalan atau kompensasi akan sangat mempengaruhi motivasi seseorangdalam bekerja. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhannya, individu membutuhkan uang yang diperolehnya sebagai imbalan dari tempat ia bekerja, dan hal ini juga akan mempengaruhi semangatnya dalam bekerja.

5.      Stabilitas Karyawan 
Imbalan yang cukup juga berpengaruh terhadap stabilitas karyawan. Keluar masuknya karyawan dapat ditekan bahkan bisa dikatakan tidak ada apabila imbalan yang diberikan dirasa cukup adil sehingga karyawan merasa nyaman dalam bekerja.

6.  Disiplin
Disiplin merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan, karenaakan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

7.      Pemerintah Kebijakan imbalan yang ditetapkan perusahaan harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan mengenai tarif upah yang telah ditetapkan pemerintah, maupun kebijakan-kebijakan lainnya yang disesuaikan dengan keadaan perekonomian saat itu.

E.     Definisi Hukuman
            Hukuman adalah peristiwa penentangan atau menghilangkan peristiwa positif diikuti tanggapan untuk menuruknkan frekuensi respon. Terdapat hubungan atau kesatuan antara respon yang didefinisikan dan konsekuensi tindakan yang menentang atau stimulus (seperti: pengurangan pembayaran bagi yang absen, mendapat memo menginformasikan prestasi pekerja yang jelek). [3]

Hukuman dan Perilaku
             Penjelasan teori sebelumnya tentang hukuman diteruskan oleh Edward Thorndike[4], ia menjelaskan bahwa hukuman mempunyai pengaruh pada perilaku dengan memperlemah antara stimulus dan respon. Menurut teori ini, kalau seorang anak ketangkap oleh karena mencuri kue dari stoples dan segera dihukum, maka kejadian berikutnya tidak akan terpengaruh oleh peristiwa stoples atau kue didalamnya. Stoples dan kue akan kehilangan kekuatan untuk mengontrol perilaku meraih toples. Kemudian, Thorndike memutuskan bahwa hukuman tidak mempunyai akibat memperlemah perilaku. Ia mengatakan kemana pun hukuman dimaksudkan memperlemah respons, dan merupakan akibat tidak langsung. Hukuman bias atau mungkin tidak bisa memperlemah respons, tetapi dengan jelas tidak bisa menjadi kaca dari tindakan memberikan imbalan. Contohnya, kalau respon karyawan dihargai, maka tampaknya pengulangan dari respons juga dihargai, tetapi kalau suatu respon karyawan diberi hukuman, maka tidak begitu jelas bagi orang yang bersangkutan mana dari respons lainnya yang akan dihargai. Akibatnya menurut Thorndike, hukuman merupakan suatu contoh pekerjaan dalam mengatakan pada seseorang apa yang sebaiknya tidak dilakukan tetapi tidak ada informasi yang bisa mengatakan pada seseorang mana alternatif perilaku tertentu yang sebaiknya diikuti.

Pendapat Menentang Penggunaan Hukuman

        Alasan lain diluar moral telah diajukan untuk menentang penggunaan hukuman. Pertama, tujuan hukuman diasumsikan untuk mengurangi terjadinya perilaku tertentu yang menjadi sebab dihukum. Tetapi kalau cukup keras dan diterapkan melebihi suatu rentang waktu tertentu, hal ini bisa juga menekan tombulnya perilaku yang diinginkan. Sebagai contoh, intensitas hukuman mungkin akan menjadikan seorang  pasif, menolak untuk mengeambil risiko atau bicara dan malu untuk bergabunga dalam kelompok.

            Kedua, beberapa mengasumsikan bahawa penggunaan hukuman akan menghasilkan akibat lain yang tidak diinginkan (seperti: kekhawatiran, agresivitas). Juga, mereka yang dihukum mungkin mencoba lari atau menghindar (seperti membolos, keluar) atau menunjukkan sikap bermushan (seperti sabotase) terhadap manajemen. Riset yang mendukung atas akibat lain daro pemberian hukuman atas emosi yang tidak diinginkan kurang begitu kuat. Suatu tinjauan kepustakaan menunjukkan bahwa hanya satu dari sejumlah studi mendukung asumsi ini. Tinjauan menunjukkan bahwa peningkatan perilaku terjadi sebagai akibat hukuman, dibanding efek sisi emosi yang tidak diinginkan. Barangkali sisi negative mungkin bisa terjadi bila manajer menghukum secara tidak adil dan tidak ada pembedaan.

            Ketiga, akibat hukuman yang hanya bersifat sementara; sekali ancaman hhukuman hilang, respons yang tidak diinginkan akan kembali muncul. Jadi, ancaman hukuman harus selalu ada atau digunakan. Hukuman bisa memberikan hasilnya, hal ini dapat menghasilkan penguat yang positif bagi manajer untuk melanjutkan penggunaannya.

            Keempat, melalui pengamatan, hukuman dapat menghasilkan respons negative dari rekan kerjadari orang yang dihukum. Contohnya, individu mengamat seorang manajer menghukum seorang teman mungkin akan meniru perilaku ini diantara mereka sendiri atau terhadap manajemen. Akibatnya manajer mengajar pada karyawan sikap agresif, perilaku yang tidak manusiawi, yang sesungguhnya ingin dihilangkan dengan pemberian hukuman.[5]




[1] Thomas B. Wilson, “Effects of Prior Expectatins on Permormance Rating: A Longitudinal Study,” Acaemy of Manajemen Journal, June 1987, pp. 354-68.
[2] Jude T. Rich, “Meeting the Global Challenge: A Measurement and Reward Program for the future,”Compensation and Benefit Review, July-Agustus 1992, pp.26-29.
[3] Gibson Ivancevich Donnelly, “Perilaku Dalam Organisasi”, (Jakarta: Binarupa,1996), Hal. 322
[4] Edward L. Thorndike, Educational psychology, Vol. 2H: The psychology of Learning (New York: Colombia University Teachers College Bureau of Publications, 1913).
[5] Gibson Ivancevich Donnelly, “Perilaku Dalam Organisasi”, (Jakarta: Binarupa,1996), Hal.323-324