Kamis, 29 Maret 2012

Manusia dan Cinta Kasih


 cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih dan sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan.

Cinta mungkin sebuah kata agung yang paling sering membuat seseorang tergugu di hadapannya. Segala teori dan argumentasi yang dilontarkan akan lumpuh begitu saja saat kita sendiri yang mengalami bagaimana hebatnya cinta itu mempengaruhi diri kita. Mungkin sulit dipahami bagi orang yang sedang tak mencinta, bagaimana rasa cinta itu menjelma menjadi ratusan ribu pulsa telepon, berlimpahnya waktu untuk menunggu yang terkasih walau kita sedang dalam deadline ketat, terbuka lebarnya mata mengerjakan tugas-tugas demi membantu yang tersayang. Bongkahan pengorbanan yang tak rela dipecahkan…

Merasakan cinta seperti merasakan hangatnya matahari. Kita selalu merasa kehangatan itu akan terus menyirami diri. Setiap pagi menanti mentari, tak pernah terpikirkan akan turun hujan atau badai karena kita percaya semua itu pasti akan berlalu dan mentari akan kembali, menghangati ujung kaki dan tangan yang sedikit membeku. Mentari ada di sana, dan dia pasti setia.

          Cinta yg paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya. Arrahman adalah Kasih Sayang Allah untuk seluruh makhluknya, fasiq, dhalim, shalih, muslim, non muslim, kebagian Rahmatnya Allah. Arrahim adalah Kasih Sayang Allah khusus untuk mereka yang beriman. Cinta Allah cinta yang tak bertepi. Jikalau sudah mendapatkan cinta-Nya, dan manisnya bercinta dengan Allah, tak ada lagi keluhan, tak ada lagi tubuh lesu, tak ada tatapan kuyu. Yang ada adalah tatapan optimis menghadapi segala cobaan, dan rintangan dalam hidup ini. Tubuh yang kuat dalam beribadah dan melangkah menggapai cita-cita tertinggi yakni syahid di jalan-Nya.

          Allah menciptakan cinta di antara manusia. Dia yang paling hebat, paling tahu bagaimana cinta itu, bagaimana mencintai, bagaimana dicintai. Cinta manuisa kepada Allah yaitu dengan bertakwa kepada-Nya yakni mengerjakan segala yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala larangann-Nya. Berpedoman dengan Al-qur’an dan Al-Hadits. Amal perbuatan yang paling dicintai Allah yang disabdakan Rasululah dalam Shahih Bukhari yaitu Sholat pada waktunya, bakti kepada Ayah Bunda, serta jihad di jalan Allah SWT.
Salah satu rukun didalam shalat adalah membaca Surah Al-Fatihah. Surah ini dinamakan Al-Fatihah (Pembukaan) karena ia dijadikan sebagai pembuka dan permulaan Al-Quran.
Surah ini juga dinamakan Ummul Quran (ام القــرآن - Ibu Quran) atau Ummul Kitaab (ام الكتاب - Ibu Kitab) kerana ia merupakan ibu atau induk kepada semua isi Al-Quran dan menjadi inti sari dari kandungan Al-Quran itu sendiri.
          Ada sebuah riwayat bagi orang yang suka membaca atau belajar Al – Qur’an :
AL-QUR'AN SEBAGAI PEMBELA DI HARI AKHIRAT
     Abu Umamah r.a. berkata : "Rasulullah S.A.W telah menganjurkan supaya kami semua
mempelajari Al-Qur'an, setelah itu Rasulullah S.A.W memberitahu tentang kelebihan Al-Qur'an."
Telah bersabda Rasulullah S.A.W : Belajarlah kamu akan Al-Qur'an, di akhirat nanti dia akan datang
kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya."
     Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, " Kenalkah kamu kepadaku?"
Maka orang yang pernah membaca akan menjawab : "Siapakah kamu?"
     Maka berkata Al-Qur'an : "Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan juga telah bangun
malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari."
Kemudian orang yang pernah membaca Al-Qur'an itu : "Adakah kamu Al-Qur'an?"
      Lalu Al-Qur'an mengakui dan menuntun orang yang pernah membaca mengadap Allah S.W.T.
Lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya, kemudian dia meletakkan
mahkota di atas kepalanya.
     Pada kedua ayanh dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar
dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya : "Dari manakah kami memperolehi
ini semua, pada hal amal kami tidak sampai ini?"
Lalu dijawab : "Kamu diberi ini semua kerana anak kamu telah mempelajari Al-Qur'an."

          Kebanyakan seorang anak belajar Al – Qur’an itu dari orang tuanya dari ia kecil. Setiap orang tua yang itu ingin anaknya manjadi anak yang sholeh dan sholeha. Bermanfaat bagi nusa dan bangsa disertai dengan keimanan. Kebanyakan anak itu sangat dekat hubungannya dengan ibunya, karena kasih ibu yang sangat tulus kepada anaknya. Cinta anak kepada orang tuanya adalah selalu berbakti kepadanya, tidak menyinggung perasaannya, dan selalu mendo’akannya. Ridho-nya Allah itu tergantung kepada ridho-nya orang tua. Jika orang tua sudah ikhlas maka mudahlah segala  urusan seorang anak itu. Misalkan dalam hal belajar, ujian, dan lainnya.

Senin, 12 Maret 2012

Seni Bela Diri Nenek Moyang


            Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan  berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Nilai – nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Disamping nilai – nilai budaya ini keudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia yang mencermikan nilai budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai pancaindera sedangkan nilai budaya hanya terangguk oleh budi manusia. Di samping itu maka nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang ketiga yag berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan dalam berkehidupan. . Kuntjaningrat (1974) secera lebih rinci membagi kebudayaan menjadi unsur – unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharaian serta sistem teknologi dan peralatan.
            Indonesia mempunyai keanekaragaman alam dan budaya. Salah satu budaya adalah seni bela diri pencak silat.  Istilah silat dikenal secara luas di Asia Tenggara, akan tetapi khusus di Indonesia istilah yang digunakan adalah pencak silat. Istilah ini digunakan sejak 1948 untuk mempersatukan berbagai aliran seni bela diri tradisional yang berkembang di Indonesia. Nama "pencak" digunakan di Jawa, sedangkan "silat" digunakan di Sumatera, Semenanjung Malaya dan Kalimantan. Dalam perkembangannya kini istilah "pencak" lebih mengedepankan unsur seni dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan "silat" adalah inti ajaran bela diri dalam pertarungan.
            Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki cara pembelaan diri yang ditujukan untuk melindungi dan mempertahankan kehidupannya atau kelompoknya dari tantangan alam. Mereka menciptakan bela diri dengan menirukan gerakan binatang yang ada di alam sekitarnya, seperti gerakan kera, harimau, ular, atau burung elang. Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan juga berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
            Perkembangan silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum penyebar agama Islam pada abad ke -14 di nusantara. Kala itu pencak silat diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau atau pesantren. Silat menjadi bagian dari latihan spiritual. Dalam budaya beberapa suku bangsa di Indonesia, pencak silat merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara adatnya. Misalnya kesenian tari Randai yang tak lain adalah gerakan silek Minangkabau kerap ditampilkan dalam berbagai perhelatan dan acara adat Minangkabau. Dalam prosesi pernikahan adat Betawi terdapat tradisi "palang pintu", yaitu peragaan silat Betawi yang dikemas dalam sebuah sandiwara kecil. Acara ini biasanya digelar sebelum akad nikah, yaitu sebuah drama kecil yang menceritakan rombongan pengantin pria dalam perjalanannya menuju rumah pengantin wanita dihadang oleh jawara (pendekar) kampung setempat yang dikisahkan juga menaruh hati kepada pengantin wanita. Maka terjadilah pertarungan silat di tengah jalan antara jawara-jawara penghadang dengan pendekar-pendekar pengiring pengantin pria yang tentu saja dimenangkan oleh para pengawal pengantin pria.
Silat lalu berkembang dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah asing. Dalam sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda, tercatat para pendekar yang mengangkat senjata, seperti Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Imam Bonjol, serta para pendekar wanita, seperti Sabai Nan Aluih, Cut Nyak Dhien, dan Cut Nyak Meutia.
            Terdapat 4 aspek utama dalam pencak silat, yaitu:
  1. Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat zaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
  2. Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.
  3. Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat.
  4. Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi ialah bagian aspek ini. Aspek olah raga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.

            Beberapa nilai positif yang diperoleh dalam olahraga beladiri pencak silat adalah:
  1. Kesehatan dan kebugaran;
  2. Membangkitkan rasa percaya diri;
  3. Melatih ketahanan mental;
  4. Mengembangkan kewaspadaan diri yang tinggi;
  5. Membina sportifitas dan jiwa ksatria;
  6. Disiplin dan keuletan yang lebih tinggi.
Sumber      : Buku Filsafat Ilmu dan Wikipedia Indonesia